Transjakarta Tancap Gas: Targetkan Bus Listrik 2030

Istimewa

Transjakarta Tancap Gas – Transjakarta mengumumkan rencana ambisius: seluruh armada busnya akan beralih ke bus listrik pada tahun 2030. Di tengah kondisi udara Jakarta yang penuh polusi dan kepadatan kendaraan bermotor yang sudah di titik nadir, keputusan ini tampak seperti harapan di tengah kabut asap. Tapi apakah ini langkah nyata menuju masa depan, atau hanya jargon kosong yang kembali menggema?

Dalam pernyataan resminya, manajemen Transjakarta menyatakan komitmennya terhadap energi bersih dan transportasi rendah emisi. Namun pertanyaannya, bagaimana realisasinya? Apakah infrastruktur pengisian daya, sistem pemeliharaan, dan kesiapan teknis sudah sejalan dengan target muluk ini? Atau kita akan kembali melihat proyek mangkrak seperti yang sering terjadi di negeri ini?

Ambisi Hijau di Tengah Kota Abu-Abu

Bayangkan Jakarta tanpa deru knalpot diesel. Suara mesin yang sunyi, udara yang tak lagi sesak, dan transportasi umum yang tidak hanya cepat, tapi juga ramah lingkungan. Visi ini bukan mustahil. Namun bonus new member 100, ambisi Transjakarta perlu lebih dari sekadar rencana. Saat ini, jumlah bus listrik yang beroperasi masih terbilang sangat kecil di bandingkan total armada.

Di tahun 2025, di targetkan sudah ada sekitar 1.000 unit bus listrik beroperasi. Tapi di bandingkan total armada lebih dari 4.000 unit, angka ini hanya secuil. Pertanyaannya: sanggupkah mereka mengganti seluruh armada dalam waktu kurang dari 5 tahun? Atau kita kembali akan berhadapan dengan tenggat waktu yang molor dan janji yang menguap?

Bukan Sekadar Ganti Mesin

Transformasi ke bus listrik bukan cuma soal mengganti mesin berbahan bakar fosil dengan baterai. Ini adalah perubahan paradigma total. Butuh SDM yang terlatih, suku cadang yang tersedia, teknologi yang stabil, dan—yang paling penting—komitmen pemerintah yang tidak setengah hati. Apakah Jakarta siap? Atau proyek ini hanya akan jadi ajang pamer yang penuh seremonial tapi minim realisasi?

Satu hal yang jelas: publik tidak butuh sekadar rencana indah di atas kertas. Masyarakat butuh bukti nyata, kemajuan signifikan, dan transparansi dalam setiap langkahnya. Kalau Transjakarta memang serius, maka tidak ada ruang untuk kompromi.

Karena jika gagal, bukan hanya reputasi yang di pertaruhkan, tapi juga masa depan Jakarta sebagai kota yang layak huni. Tahun 2030 hanya lima tahun lagi. Waktu terus berjalan, dan masyarakat Jakarta sudah muak dengan janji yang tak kunjung di tepati.

Apakah Transjakarta benar-benar berani menjemput masa depan, atau kembali terperosok ke dalam lingkaran kegagalan sistemik? Kita lihat saja. Tapi jangan harap publik akan diam jika hasilnya kembali mengecewakan.